Musim kemarau tahun 2023 dikatakan lebih kering dari biasanya. Kasus ini diungkap langsung oleh Direktur Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati.

Ia mengatakan, kondisi kemarau kering berbeda dengan tiga tahun sebelumnya, yakni 2020-2022. Hal ini dikarenakan intensitas curah hujan yang sangat tinggi pada tahun tersebut.

Nah, kejadian ini pasti akan berdampak pada lingkungan. Jadi apa efeknya?

Dwikorita menjelaskan, kondisi kering dibandingkan tahun-tahun sebelumnya membuat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lebih mungkin terjadi. Oleh karena itu, pencegahan harus dilakukan sejak dini dalam bentuk pencegahan proaktif.

Duikurita mengutip pernyataannya pada Jumat (27 Januari 2023) dalam keterangannya mengatakan: Cukup.” “.

Menurutnya, kewaspadaan harus ditingkatkan. Terutama di wilayah yang masuk kategori rawan Kahutla (misalnya Sumatera dan Kalimantan).

Pemantauan terakhir oleh BMKG menunjukkan La Niña saat ini masih melemah. Hal ini terlihat pada El Niño Southern Oscillation Index (ENSO) selama 10 hari pertama Januari 2023.

El Niño dan La Niña adalah dinamika atmosfer dan samudra yang memengaruhi cuaca di sekitar Samudra Pasifik. Ketika El Niño terjadi, musim kemarau menjadi sangat kering dan awal musim hujan tertunda. Sedangkan saat La Niña, musim hujan datang lebih awal dari biasanya.

La Niña juga menyebabkan curah hujan selama musim kemarau. BMKG memperkirakan kondisi tersebut akan terus berlanjut hingga indeks akhirnya menjadi netral pada Maret 2023.

“Catatan sebelumnya menunjukkan bahwa El Niño lemah yang muncul di akhir tahun biasanya berdurasi pendek,” tambahnya.

Plt Klimatologi BMKG Dodo Gunawan mengatakan pada Maret hingga Mei 2023, banyak wilayah di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara akan mengalami masa transisi atau pergantian musim dari basah ke kering.

Selama masa transisi, pemerintah daerah dan masyarakat harus mewaspadai terjadinya peristiwa cuaca buruk seperti hujan lebat, angin puting beliung, kilat, dan angin kencang.

“Karena kondisi La Niña telah menetralisir atau bahkan berubah menjadi El Niño lemah, kita harus waspada untuk mengantisipasi musim kemarau yang diperkirakan akan lebih kering atau kurang basah dibandingkan tiga tahun terakhir,” kata Duikorita.

Kepala BMKG mengatakan, selama enam bulan ke depan, BMKG memperkirakan curah hujan bulanan berada pada kisaran normal.

Namun secara volumetrik, curah hujan bulanan pada tahun 2023 relatif kecil dibandingkan dengan curah hujan bulanan pada tiga tahun sebelumnya.

Curah hujan bulanan yang melebihi normal kemungkinan terjadi di Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara pada bulan Februari dan Maret 2023.

Sedangkan di Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara akan terjadi pada Februari 2023. Setelah itu, berlangsung di Papua Tengah dan Selatan pada Juni 2023.

Curah hujan di bawah normal kemungkinan terjadi di sebagian Sumatera bagian tengah, sebagian Kalimantan Tengah, sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian Papua pada bulan Februari-Maret, dan sebagian besar Sumatera dan Jawa pada bulan Mei dan Juni. 2023. by admin Arwanan9.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *