Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan langit cerah dan mendung di beberapa titik di Ibu Kota pada Minggu pagi (30 April 2023). Yang lain melaporkan cuaca mendung.

Jakarta Selatan dan Jakarta Timur akan diguyur hujan ringan pada sore hari ini. BMKG juga mengatakan petir dan angin kencang kemungkinan terjadi di kedua wilayah malam ini.

BMKG mengingatkan, “Waspadai hujan singkat disertai petir dan angin kencang di sebagian Jakarta Selatan dan Jakarta Timur pada sore hari, Jakarta Pusat pada malam hari, dan Kepulauan Seribu pada dini hari.” Peringatan dini untuk cuaca hari ini, Minggu.

Sementara itu, cuaca mendung pagi ini diperkirakan terjadi di wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi. Sementara Tangerang mendung.

BMKG kembali melaporkan kemungkinan petir dan angin kencang setelah hujan di dua wilayah penyangga Depok dan Bogor sejak siang hingga sore hari.

“Perlu diwaspadai kemungkinan hujan disertai petir dan angin kencang antara siang dan malam di sebagian wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Depok,” kata BMKG.

Berikut informasi lengkap prakiraan cuaca wilayah Jabodetabek yang dikutip Liputan6.com dari situs resmi BMKG www.bmkg.go.id.

Sementara cuaca panas dan gerah di Indonesia masih sama hingga saat ini. BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) mengungkapkan ada beberapa faktor yang membuat Indonesia panas dan panas. Lantas, berapa lama gelombang panas ini akan bertahan?

Ardhasena Sopaheluwakan, Direktur Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG, menjelaskan Indonesia merupakan negara tropis dengan suhu di kisaran 30-an. Saat ini, menurut Ardasena, terjadi perubahan siklus tahunan. Hal ini disebabkan oleh pergerakan semu matahari dari utara ke selatan. Hal ini menyebabkan suhu naik pada bulan April dan Mei, dan lagi pada bulan September dan Oktober.

“Efek Indonesia meningkat 1-2°C ketika suhu naik (terasa panas). Ini berbeda dengan kenaikan (saat gelombang panas). Hanya 1 derajat -2°C di Indonesia.”

Ardhasena mengatakan, selain pergerakan semu kenaikan suhu matahari, Indonesia juga mengalami peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Menjaga cuaca tetap lembab. Menurut Ardasena, kondisi tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman akibat panas atau sumbatan.

“Kelembaban berhubungan dengan peningkatan suhu akibat pergerakan semu matahari. Ini karena dua alasan (cuaca panas dan perasaan merah panas). Setelah Mei, musim kemarau dimulai, sehingga suhu yang tepat menurun. Karena itu adalah musim kemarau, suhunya sedikit turun, tetapi masih sekitar 30 derajat Celcius.

Dia mengatakan bahwa cuacanya panas, dia merasakan panasnya, dan suhunya tinggi dan kelembabannya masih tinggi, yang membuatnya tidak nyaman. Namun menurut Ardasena, kisaran suhu tersebut masih berada di kisaran 34-36°C. Suhu turun selama musim kemarau, tetapi lebih kering. Dengan demikian, cuaca panas dan gerah ini berakhir dengan musim kemarau.

Musim kemarau di Indonesia akan berbeda, kata Ardhasena. “Biasanya dari akhir Mei hingga akhir September. Wilayah Riau, Aceh Timur, dan Sumut sudah memasuki musim kemarau mulai Februari. Musim kemarau Jakarta dimulai awal Juni di Jakarta Utara dan sekitaran selatan pada pertengahan Juni, kata Banten dalam Semoga, “Indonesia Beragam”.

Ardasena menambahkan, ada faktor lain yang menyebabkan perubahan iklim selain faktor alam yang menyebabkan cuaca panas dan terik. “Suhu telah meningkat sebesar 0,1-0,2°C per dekade. Ini adalah kontribusi kecil, tetapi tren jangka panjang.”

Ardana mengatakan masyarakat di perkotaan juga merasakan panas karena banyaknya bangunan beton di perkotaan. Ardhasena mengatakan beton merupakan salah satu material massa termal yang baik. “Lingkungan kota terasa lebih panas karena beton menyerap panas,” ujarnya.

Selain itu, menggunakan AC juga efektif. “Bangunan menggunakan AC untuk mendinginkannya, tetapi mereka memindahkan panas dari dalam ke luar. Ada energi yang ditransfer.”

Ardasena juga mengingatkan hadirin agar berita gelombang panas di Asia tidak perlu panik. Indonesia tidak menderita gelombang panas.

Namun, disarankan untuk memakai pakaian pelindung seperti topi, payung, dan tabir surya saat berada di luar ruangan.

Sementara Indonesia memasuki musim kemarau, Ardasena mengimbau masyarakat, khususnya yang memiliki lahan dan tidak ikut PAM, untuk menampung air hujan. “Kita harus siap menghadapi musim kemarau,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *