Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Gubernur Papua Lucas Enembi atas tuduhan suap dan suap terkait proyek infrastruktur di provinsi tersebut. Perpanjangan penahanan Lucas Enembe diputuskan oleh Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Laporan KPK menyebutkan, “Sesuai keputusan Badan Reserse Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, penyidik ​​menahan Lee (Lucas Enembe) di Rutan KPK selama 30 hari sejak 14 Maret 2023 sampai dengan 12 April 2023.” kata Wakil Ketua Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (10 Maret 2023).

Ali mengatakan alasan perpanjangan penahanan Lucas Enembe karena tim penyidik ​​masih membutuhkan waktu untuk memeriksa saksi-saksi yang terlibat dalam kasus suap dan suap.

“Kebutuhan perpanjangan penahanan masih dalam rangka pengumpulan bukti untuk melengkapi berkas penyidikan,” kata Ali.

Sebelumnya, KPK menggeledah rumah di Kabupaten Depok, Jawa Barat pada Selasa, 7 Maret 2023. Penggeledahan melibatkan penyelidikan kasus suap dan suap yang melibatkan proyek infrastruktur di Provinsi Papua yang tidak ditindaklanjuti. Lucas Enimbi, Gubernur Papua.

“Kemarin (3 Juli), tim investigasi melakukan operasi pencarian di wilayah kota Depok, Jawa Barat,” kata Direktur Pelaporan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu. (3 Agustus 2023).

Ali mengatakan, dalam penggeledahan, tim penyidik ​​menemukan barang bukti elektronik. Bukti ini kemudian disita untuk mengkonfirmasi tuduhan kriminal Lucas Enembe dan tersangka lainnya.

Seorang juru bicara Ali mengatakan, “Di lokasi itu, ditemukan dan diamankan sebuah alat elektronik yang dapat menjelaskan dugaan menerima suap dan sogokan dari LE.” “Kami akan melengkapi berkas penyelidikan melalui analisis dan penyitaan.”

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Gubernur Papua nonaktif Lucas Enembe sebagai tersangka kasus suap dan ganti rugi proyek infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemperof) Papua. Lucas Enembe dituduh menerima suap atau uang pelicin senilai Rp 10 miliar.

Selain itu, KPK telah memblokir rekening senilai kurang lebih Rp 76,2 miliar.

Kasus bermula ketika direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka memenangkan proyek infrastruktur setelah melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat lainnya di Pemda Papua. Meski Rijatono bergerak di bidang farmasi.

Kesepakatan yang disetujui oleh Regatuno dan diterima oleh Lucas Enembi dan beberapa pejabat Pemda Papua itu antara lain persentase bagian biaya proyek sampai dengan 14% dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya ada tiga proyek yang diakuisisi Legatono. Pertama peningkatan jalan Entrop-Hammadi dengan nilai proyek Rp 14,8 miliar. Selanjutnya rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang integrasi PAUD dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar. Terakhir, Proyek Pengelolaan Lingkungan Venue mengembangkan AURI outdoor dengan nilai proyek Rp 12,9 miliar.

Dari ketiga proyek itu, Lukas diperkirakan mendapat Rp 1 miliar dari Rijatono.

Dalam kasus ini, Rigatono didakwa melanggar Pasal 5(1) atau 5(2) dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, dan ada. Hukum Korupsi. – Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebaliknya, Lucas didakwa melanggar Pasal 12 a atau b atau 11 dan 12b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001. pemberantasan korupsi. kegiatan kriminal korupsi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *