Jakarta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Kejaksaan Negeri (JPU) mengambil langkah hukum, termasuk banding atau pembalikan, terhadap putusan terdakwa yang divonis mati dan dibebaskan dalam tragedi Kanjuruhan tersebut. . . Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

Koordinator Subkomite Penegakan HAM Ole Parulian Sihomping mengatakan dalam keterangan resmi yang disampaikan, Minggu (19/3/2023)

Tiga tersangka Tragedi Kanguruhan diketahui mantan oknum polisi yang sudah bebas yakni mantan Wakapolsek Samapta AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Pol Wahyu Setyo Pranoto. Hingga Danki 3 Brimob Polda Jatim, Hasdarmawan divonis 1,5 tahun penjara.

Sementara itu, terdakwa lainnya, Abdul Haris Arima FC Belbell, divonis 1 tahun 6 bulan penjara, kurang dari 6 tahun 8 bulan yang diminta JPU.

Kemudian, terdakwa, Satpam Kanjuruhan Sukko Sotrisno, divonis satu tahun penjara, kurang dari enam tahun delapan bulan tuntutan jaksa.

“Tragedi kemanusiaan yang terjadi di Stadion Kanguruhan Malang harus menjadi pengingat dan pendorong bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mengarusutamakan hak asasi manusia dalam setiap tindakan dan keputusan politik,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Hal ini untuk mencegah tindakan kekerasan yang dapat mengancam kehidupan manusia dan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa depan.”

Di sisi lain, Ole mengatakan, mendorong kejaksaan untuk mengajukan kasasi merupakan harapan untuk mewujudkan keadilan bagi para korban dan keluarganya.

Ia menjelaskan, “Komnas Ham berharap keputusan pemusnahan ini diterima untuk pemulihan hak, ganti rugi, dan rehabilitasi korban dan keluarganya.”

Meski demikian, Oli mengatakan pihaknya tetap menghormati proses peradilan dan independensi lembaga peradilan sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU No 48 Tahun 2009.

Ollie mengatakan keputusan tersebut gagal memberikan rasa keadilan bagi para korban dan keluarganya yang tewas dan terluka dalam tragedi tersebut. Pasalnya, ada fakta yang menunjukkan bahwa tragedi itu menewaskan ratusan orang.

“Peran tersangka adalah mengatur massa dan menembakkan gas air mata sehingga menimbulkan kepanikan di masyarakat dan menewaskan 135 orang,” kata Ollie.

Ia pun mengungkap tiga fakta di lapangan yang menjadi faktor penyebab jatuhnya ratusan korban dalam bencana brutal tersebut. Pertama, ada kondisi pitching yang terkontrol dan bisa dikontrol hingga pukul 22:08:56 WIB.

“Tetapi pihak berwenang memutuskan untuk menggunakan gas air mata,” katanya.

Dan fakta kedua, lanjut Ollie, adalah bahwa gas air mata ditembakkan secara berurutan dan dalam jumlah banyak, dan tidak ada upaya pencegahan oleh polisi saat itu.

“Ini soal menghentikan tembakan meski sebagian besar penonton panik dan meninggalkan lapangan,” jelasnya.

Termasuk hal tersebut, Ole Gunnar Solskjaer membeberkan fakta ketiga bahwa gas air mata tak hanya digunakan untuk mengusir penonton dari stadion, tapi juga ditembakkan ke untuk mengejar penonton.

“Apalagi di runway 13 menambah kepanikan penonton dan membuat fans meninggalkan arena melalui pintu berbeda dengan mata berkaca-kaca dan sakit hati,” jelasnya.

Memang, Ole menilai ketiga tersangka itu adalah oknum polisi, mantan Kabag Samapta AKP Bambang Siddiqui Ashmadi, mantan Dirut Polres Malang Kumpul Wahyu Sitio Pranoto, dan Danki 3 Primop Bulda Jatim, Hasdarmawan. , mampu mencegah peluncuran gas air mata .

“Ketiga terdakwa memiliki kewenangan untuk mengontrol penggunaan kekuatan yang berlebihan dengan mencegah tembakan gas air mata dan menguasai alun-alun dan penjaga, yang sudah dilakukan, tetapi tidak terjadi,” ujarnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *