Liputan6.com, Jakarta – Kesadaran masyarakat terhadap isu kesehatan mental saat ini sedang meningkat. Anda dapat dengan mudah menemukan berbagai informasi dan diskusi. Bahkan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan mental sangat mudah ditemukan di internet.

Hanya sedikit orang yang mencoba membakukan ketidaknyamanan yang terkait dengan kecacatan yang dirasakan atau mencocokkannya dengan berbagai ulasan di internet. Sebagai alternatif, coba diagnosis mandiri atau diagnosis mandiri tanpa rujukan langsung ke dokter spesialis.

baca juga

Veronica Adesla, seorang psikolog klinis dan salah satu pendiri Ohana Space, mengatakan self-diagnosis umumnya dilakukan oleh orang-orang dengan kecenderungan kecemasan. Orang dengan kecemasan tinggi cenderung sangat sensitif terhadap diri mereka sendiri.

Termasuk perasaan emosional ketidakpuasan fisik. Karena kecemasan biasanya cenderung mencari tahu apa yang terjadi.

“Itu sebabnya orang yang lebih tertarik pada pencarian informasi adalah orang yang tidak percaya diri,” kata Veronica kepada Liputan6.com. Lalu, jika tidak ada salahnya melihat selebritas, aktor, dan aktris, Anda mungkin mencoba mengidentifikasi diri sendiri.”

Dan dia melanjutkan meskipun hal yang sama tidak pernah benar-benar terjadi. Hal ini dikarenakan informasi tentang gangguan kesehatan jiwa yang ditemukan di internet atau media belum tentu 100% akurat.

Karena itu, Veronica meminta masyarakat untuk tidak mendiagnosis diri sendiri berdasarkan ulasan saat ini. Diagnosis dibuat oleh psikiater hanya untuk psikolog. Ini karena proses diagnosis melibatkan beberapa langkah.

“Yang pasti tidak ada seorang pun yang dapat menegakkan diagnosis tanpa peran profesional melakukan pemeriksaan sendiri saat mencari sumber di Internet.”

Ada banyak mitos yang beredar tentang depresi. Mitos tentang depresi, jika diterima sebagai kebenaran, dapat berdampak buruk. Misalnya, seseorang mungkin memutuskan untuk tidak mencari bantuan profesional atau mendiagnosis diri sendiri tanpa bantuan profesional.

Mengutip laman Medical News Today dan Journal of National Library of Medicine, berikut beberapa miskonsepsi dan fakta yang sering kita dengar tentang depresi.

Mitos 1: Depresi bukanlah kondisi yang nyata

Beberapa orang menduga depresi menjadi pilihan yang disengaja oleh individu. Orang melihat depresi bukan sebagai kondisi kesehatan mental yang bisa diobati, tapi sebagai arena untuk berbelas kasih pada diri sendiri.

Faktanya, depresi adalah suatu kondisi yang mencakup gejala emosional dan fisik. Hal ini dinyatakan dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental Edisi Kelima (DSM-5).

Untuk dapat didiagnosis dengan kondisi kesehatan mental tertentu (dalam hal ini depresi), Anda harus memenuhi persyaratan dan melalui berbagai tahapan observasi oleh seorang profesional.

Faktanya, tidak semua jenis kesehatan mental atau depresi membutuhkan obat antidepresan, menurut Zachary M Sheffler, seorang peneliti dalam buku tentang antidepresan.

Penggunaan antidepresan juga disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan pasien tersebut. Beberapa orang meminumnya selama 6 bulan atau lebih. Namun, jarang dokter meresepkan antidepresan untuk penggunaan seumur hidup.

Menghentikan dan mengurangi obat antidepresan tidak boleh tiba-tiba. Ada langkah dan proses khusus untuk mengurangi penggunaan obat tersebut hingga kondisi pasien membaik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *