Liputan6.com, Jakarta – Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Guru Besar Soegijapranata, Djoko Citijwarno menyoroti kebijakan sabuk [melintang] nasional (https://www.liputan6.com/tag/sepemberian” “).
Menurutnya, kebijakan sabuk nasional merupakan konsep tata ruang yang terkait dengan pengembangan jaringan transportasi nasional sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan transportasi nasional dengan jaringan jalan raya nasional dan jaringan jalur kereta api menjadi satu jaringan. Pembangunan transportasi jalan raya nasional secara menyeluruh dan tidak terpisahkan.
Djoko menjelaskan, dasar hukum pemberian subsidi angkutan penyeberangan besar tertuang dalam Pasal 71 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Perairan.
Dalam pasal ini kegiatan muatan rintisan dilakukan untuk menghubungkan daerah yang belum berkembang atau terpencil dengan daerah yang sudah maju atau maju dan untuk menghubungkan daerah yang belum ada moda transportasi lainnya. tidak memadai.
Tujuan lainnya adalah untuk menghubungkan daerah-daerah yang belum menguntungkan secara komersial sehingga angkutan laut, sungai dan danau atau operator penyeberangan dapat melayaninya.
Selain itu, kegiatan kargo percontohan di daerah terpencil dan/atau terpencil ditentukan dengan kriteria sebagai berikut:
Menurut Pasal 61, angkutan transit adalah sarana angkutan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mengangkut penumpang, kendaraan, dan barang dengan menghubungkan jaringan jalan atau jaringan kereta api yang dipisahkan oleh perairan.
Djoko juga memiliki 259 pelabuhan penyeberangan, dengan 233 pelabuhan penyeberangan beroperasi, 7 pelabuhan penyeberangan tidak beroperasi (selesai pada 2021) dan 19 pelabuhan penyeberangan. Pelabuhan sedang dibangun.
Ada juga 357 penyeberangan feri (83 penyeberangan feri komersial dan 274 penyeberangan feri percontohan). Terbagi menjadi 321 kapal dagang dan 107 kapal induk, 427 kapal beroperasi. Kapal milik swasta 5%, BUMN 37% dan sisa BUMD 5%.
“Saat ini kebijakan Kemenhub bukan membangun kapal. Sementara masih banyak proposal yang belum bisa diajukan karena keterbatasan kapal/fasilitas. Bahkan, swasta juga bisa berpartisipasi dalam layanan penyeberangan penyeberangan percontohan.” .
Ia juga menambahkan, “Harus ada insentif yang bisa kita berikan kepada swasta untuk lebih terlibat dalam operasi perintis transportasi.
Perlintasan perintis memiliki standar, kata Djoko.
“Misalnya, belum ada layanan yang stabil dan normal, belum menguntungkan secara komersial, tingkat pendapatan penduduk masih rendah, dan tingkat beban rata-rata per tahun kurang dari 60%,” jelasnya.
Ini juga memberikan rincian tentang perintisan perkembangan transportasi umum selama lima tahun terakhir.
Tahun 2019, sebanyak 88 kapal mengoperasikan 229 rute dengan anggaran subsidi Rp477.950.233.000, dan tahun berikutnya sebanyak 96 kapal mengoperasikan 253 rute dengan anggaran subsidi Rp500 miliar.
Setelah itu pada tahun 2021 sebanyak 100 kapal akan melayani 276 lajur dengan anggaran sebesar Rp487.068.884.000, dan pada tahun 2022 sebanyak 106 kapal akan melayani 289 lajur dengan anggaran sebesar Rp448.587.599.000.
Sepanjang tahun ini, 107 kapal telah mengoperasikan 274 rute dengan anggaran dukungan Rp 583.083.311.000.
Joko mengungkapkan daerah dengan anggaran dukungan terbesar adalah Negara Maluku sebesar Rp 91,5 miliar (15,7%), Provinsi Papua sebesar Rp 87,4 miliar (14,99%), dan TSDP sebesar Rp 72,1 miliar (12,99%, 38%).
“Angkutan percontohan tidak selalu disubsidi oleh pemerintah, sehingga bisa dievaluasi setiap tahunnya,” pungkasnya. “Seiring dengan berkembangnya ekonomi lokal, pilotage dapat dikonversi menjadi angkutan komersial.”
Ada 24 transisi dari hibah ke hibah komersial dalam lima tahun terakhir, lanjut Djoko.
“Peran angkutan transit antara lain menghubungkan daerah tertinggal dan daerah yang sudah maju, memperkuat perekonomian daerah, menjaga inflasi, dan mendorong pemerataan pembangunan,” jelasnya.
Menurut Djoko, dukungan diperlukan untuk meningkatkan peran transportasi. Pertama, operator kapal dan pelabuhanlah yang memainkan peran kunci dalam menjaga kinerja agar kapal dan pelabuhan tetap beroperasi.
“Kedua, pemerintah daerah dalam hal kebijakan perijinan kapal dan kebijakan tol sesuai kewenangan. Ketiga, pemerintah pusat (Dit. TSDP dan BPTD) sedang melakukan evaluasi secara berkala dalam hal pemberian dukungan anggaran, melakukan pengawasan dan pengendalian” ungkapnya .
Rata-rata kenaikan persentase penumpang ferry per tahun untuk perjalanan adalah 11,17%. Djoko mengatakan kendaraan roda empat menyumbang 11,37 persen dan barang (ton) 19,78 persen.
“Peningkatan ini menunjukkan lebih banyak penerbangan, lebih banyak pertumbuhan ekonomi, dan lebih banyak pengembangan area layanan,” tambahnya.