Liputan6.com, Bank Indonesia Jakarta (BI) memutuskan menaikkan 7-day reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 0,25%. Oleh karena itu, tarif dasar terbaru adalah 5,75% dan sebelumnya 5,50%.
Secara umum, suku bunga yang lebih tinggi memiliki efek positif pada bank. Sayangnya, ini tidak selalu berlaku untuk bank digital.
baca juga
Melihat ke masa lalu, Rudiyanto, direktur Panin Asset Management, menunjukkan bahwa bank digital telah menawarkan suku bunga tinggi untuk menarik nasabah baru, bahkan saat suku bunga belum naik.
Perlu diingat, bagaimanapun, bahwa sebagian besar perusahaan teknologi, termasuk bank digital, sering menerapkan strategi pembakaran uang tunai di awal operasi mereka. Uang yang dibakar biasanya tidak berasal dari dana perusahaan, melainkan dari pihak ketiga atau investor.
Menyusul minimnya investor, perlu dipertanyakan kelangsungan strategi mencari uang dengan menawarkan suku bunga tinggi.
“Sebelum suku bunga tinggi, kami menawarkan suku bunga tinggi. Tahun 2021-2022 suku bunga sangat tinggi. Saat itu kami masih menggunakan uang rakyat, modal usaha, dan sekarang kami tidak lagi menyediakan uang dan semuanya sulit. Apakah itu berkelanjutan?
Di sisi lain, jika perusahaan mengandalkan kas internal, akan ada keterbatasan. Sebagai industri yang relatif baru, masuk akal jika perbankan digital harus mengerjakan pekerjaan rumahnya (PR) untuk menjadi industri yang matang.
“Jadi saya melihat di mana mereka bisa memberikan uang berbunga tinggi. Dari luar, masih bisa berkelanjutan. Seberapa kuat uang itu sendiri” kata Rudi.
Sebelumnya, Arjun Ajwani, Research Analyst Infovesta Capital Advisori mengatakan hal serupa. Tercatat, kenaikan suku bunga akan berdampak pada kenaikan biaya operasional bank digital.
Selain fakta bahwa biaya operasional bank digital relatif lebih tinggi daripada bank tradisional, kenaikan suku bunga juga mengharuskan bank digital menawarkan suku bunga simpanan yang kompetitif.by admin Arwana99.