Ada momen langka ketika mantan Kapolda Sumbar Teddy Minahasa melambaikan tangan dan tersenyum usai tuntutan jaksa (JPU) hukuman mati.
Kasus tersebut terjadi pada Kamis (30/3/2023) setelah jadwal sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN) selesai. Teddy adalah terdakwa dalam kasus distribusi sabu.
Menurut pantauan , setelah hakim mendengar sidang selesai, Teddy langsung berdiri.
Ia bergegas menemui Hotman Paris Hotapia, ketua tim hukum. Keduanya terlihat berjabat tangan dan berbicara.
Namun, belum diketahui secara pasti apa yang dibicarakan Teddy dan Hetman. Teddy Minahasa kemudian bergabung dengan tim penasehat hukum lainnya.
Teddy terlihat melepas masker kain biru yang dikenakannya selama persidangan. Topeng itu juga jatuh ke tanah dan Teddy dengan cepat memungutnya lagi. Anda mendengar awak media memanggil nama Teddy Minahasa.
Beberapa wartawan mengatakan “Kembali Teddy”.
Mendengar namanya disebut, Teddy Minahasa langsung tersenyum dan melambai.
Jaksa yang menangani dakwaannya mengatakan Teddy Minahasa dihukum atas kejahatan yang dilakukannya.
Penggugat mengatakan kepada pengadilan, “Terdakwa, Teddy Minahasa Putra bin H. Abubakar (almarhum), dijatuhi hukuman mati dengan menahan terdakwa.”
Alasan penuntutan menuntut hukuman mati
Ada juga alasan mengapa JPU menuding Teddy Minahasa sebagai pelaku utama peredaran sabu. Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan, mengatakan dakwaan terhadap Teddy lebih berat dibandingkan dengan terdakwa lainnya.
“Salah satu pertimbangan JPU adalah bahwa terdakwa adalah bapak intelektual atau aktor utama dalam setiap perkara yang ditangani kejaksaan,” kata Ketut dalam keterangannya, Kamis.
Oleh karena itu, dia harus dihukum lebih berat daripada terdakwa lainnya.”
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, jaksa menyatakan Teddy bersalah secara sah dan dinyatakan bersalah.
Karopaminal, sebelumnya dari divisi Propam Polri, secara tidak sah atau tidak sah menawarkan, menjual dan terlibat dalam penjualan dan menjadi perantara penjualan, pembelian, penukaran dan pengiriman obat-obatan Kelas A non-vegetarian dengan berat 5 gram atau lebih.
8 Hal Yang Membuat Putusan Teddy Minahasa Semakin Berbahaya
Jaksa juga mengungkap delapan ‘kejahatan’ Teddy Minahasa dalam kasus peredaran sabu yang diarahkannya.
Jaksa berkata, “Sebelum memulai tuntutan pidana terhadap terdakwa, mari kita bicara tentang hal-hal yang kami pertimbangkan saat mengajukan tuntutan pidana.”
Jaksa kemudian mencatat sejumlah hal yang dinilai memperberat dakwaan Teddy.
Menurut jaksa, Teddy menikmati hasil penjualan narkoba jenis sabu.
Setelah itu, Teddy menjadi anggota Polri dengan jabatan Kapolda Sumbar. Sebagai penegak hukum, khususnya bagi Capulda, para tersangka harus memimpin dalam menindak peredaran narkoba.
Namun JPU menjelaskan bahwa terdakwa ternyata terlibat dengan anak buahnya, seperti mengedarkan narkoba dengan menggunakan jabatannya, dan hal tersebut bertentangan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Kapolda.
Tindakan Teddy Minahasa bahkan tidak mencerminkan aparat penegak hukum yang baik melindungi masyarakatnya.
Tindakan Teddy dinilai merusak kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
Polisi Indonesia dengan sekitar 400.000 pegawai.
Apalagi, Teddy telah mencoreng nama baik Polri.
Teddy juga tidak menyetujui tindakannya.
Jaksa mengatakan, “Terdakwa membantah perbuatannya dan menyimpang dari memberikan informasi.”
Jaksa kemudian mengatakan di persidangan bahwa mereka tidak mengurangi hukuman Teddy.
kejahatan serius
Jaksa juga menyebut perbuatan Teddy Minahasa sebagai tindak pidana.
Jaksa mengatakan terdakwa melakukan tindakan ilegal atau ilegal selama melakukan serangkaian pelanggaran terkait narkoba.
Sabu-sabu dibagikan dengan gaya oleh Teddy bersama mantan AKBP Bukittinggi Dody Prawiranegara dan Linda Pujiastuti alias Anita.
Terdakwa tidak harus bertemu secara fisik untuk melakukan persidangan. Jaksa menyebut hal itu senada dengan pernyataan Eva Ashjani Jalpa, pakar forensik Universitas Indonesia (UI).
Jaksa mengatakan, “Terdakwa dan pelaku lainnya tidak dapat melakukan kontak atau bertemu secara fisik satu sama lain karena mereka berada di lokasi yang berbeda.”
Teddy dan antek-anteknya juga menggunakan kode atau bahasa kode di ponsel mereka yang hanya bisa dimengerti oleh terdakwa.
“Cari diskon, main saja dan jangan dimatikan siapa pun, sama seperti password dasar untuk makanan, tagihan, galon,” imbuhnya.
Jaksa mengatakan bahwa ketika Teddy Minahasa menawarkan untuk menjual dengan imbalan uang dan bertindak sebagai perantara dalam penjualan, pengiriman dan penjualan, serangkaian tindakan yang dianggap kejahatan yang sangat serius, dilakukan tanpa hak, dimulai.
Dakwaan Teddy Minahasa
Teddy Minahasa dijerat Pasal 114(2) Undang-Undang Pengendalian Narkoba No. 35 Tahun 2009 dan Pasal 55(1) KUHP.
Dia juga disebut menerima uang sabu S$27.300 atau Rp300 juta dari Dudi Prawiranegara, mantan Kapolres Bukittinggi.
Menurut jaksa dalam dakwaan, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif dan Linda Pujiastuti (Anita) menawarkan, membeli dan menjual narkoba serta bertindak sebagai perantara peredaran narkoba.
Narkoba yang dijual merupakan hasil penyelundupan barang sitaan dengan berat lebih dari lima kilogram. Dalam persidangan terungkap Teddy meminta AKBP Dodi mengonsumsi sabu dan menggantinya dengan tawas.
Awalnya Dodi menolak. Namun pada akhirnya, Dody menerima permintaan Teddy.
Dodi lalu memberi Linda shabu-shabu. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu-sabu tersebut kepada Casranto untuk dijual ke pengedar narkoba.
Sebanyak 11 orang, termasuk Teddy Minahasa, diduga terlibat peredaran narkoba.
Sedangkan 10 orang lainnya adalah Hendra, Ariel Permancie, Ibdah Ahmed Dharmawan, Siskaku, Kumpul Kasranto, Aifto Janto Situmurang, Linda Pugiastuti, Shamsul al-Marif, Mohamed Nasir dan AKBP Dodi Frawi, yaitu Ranegara.